Pertandingan Bercerita Enam Bersaudara

Pertandingan Bercerita Enam Bersaudara

Pada jaman dahulu kala, di daerah Bugis, hiduplah enam orang bersaudara yang semuanya laki-laki. Mereka baru saja berduka, karena ayah mereka meninggal dunia, dan hanya meninggalkan warisan berupa lima petak sawah. Mengetahui sawah warisan hanya lima petak, sedangkan mereka ada enam bersaudara, maka terjadilah pertengkaran hebat di antara mereka, sebab masing-masing ingin memiliki sawah tersebut.

Akhirnya anak yang paling tua di antara mereka mengusulkan agar mereka melakukan pertandingan bercerita, dan siapa saja yang paling besar dan ceritanya bisa membuat pendengarnya tercengang, maka dialah yang akan memiliki semua sawah sebanyak lima petak itu. Ke lima adik-adiknya pun setuju dengan usul tersebut. Maka mereka pun duduk membentuk lingkaran dan mulai melakukan pertandingan bercerita, dengan mempersilahkan saudara tertua mereka untuk memulainya.

Anak yang tertua pun mulai bercerita, “Suatu ketika, saya pergi ke dalam hutan dan mendapati pohon dengan batang yang sangat besar. Saking besarnya pohon tersebut sehingga saya memerlukan waktu sehari semalam hanya untuk mengelilinginya.” Mendengar cerita itu, semua saudaranya mengganguk nganggukkan kepalanya.

Anak nomor dua pun berkata, “Itu belum seberapa, sebab saya menemukan pahat yang lebih besar dari pohon mu ketika sedang melakukan perjalanan. Pahat itu tertancap di tanah, saking besar dan tingginya pahat tersebut hingga ujung gagangnya mencapai langit ke tujuh.”

“Masih ada lagi yang lebih hebat dari cerita kalian berdua..” kata anak nomor tiga. “Suatu waktu saya menemukan seekor kerbau yang sangatlah besar, saking besarnya, sehingga ujung tanduknya saja bias digunakan untuk bermain sepak raga.”

“Tapi saya menemukan rotan yang lebih besar daripada pohon, pahat dan kerbau kalian.” Kata anak nomor empat. “Rotan itu sangatlah panjang luarbiasa, sehingga dapat melingkari bumi ini.” Menyahutlah anak yang nomor lima, “Itu semua belum seberapa, sebab saya pernah menemukan sebuah masjid, bahkan saya pun sempat sholat Jum’at di dalamnya. Masjid itu sangatlah besar, sehingga dari tempat saya sholat tidak dapat melihat imam yang ada di muka. Dan, andaikata bias terlihat, besarnya pun hanyalah seukuran kuman saja.”

“Sekarang giliran adik kita yang paling bungsu, untuk bercerita lebih besar dari apa yang kami bias ceritakan.” kata anak tertua. Anak bungsu pun mulai bercerita dengan suara perlahan, “Pada suatu hari, saya menemukan sebuah Bedug yang hanya sekali dipukul suara dengung-nya akan terdengar terus-menerus. Bahkan, suara nya itu masih dapat didengar sampai sekarang. Cobalah tutup kedua telinga kalian, pasti masih terdengar suara bedug tersebut.”

Serentak ke lima saudaranya menutup telinganya masing-masing, dan terdengar lah suara dengung di telinga mereka, padahal sebenarnya suara itu hanyalah suara angin saja. Takjub denga apa yang disampaikan oleh anak bungsu, anak tertua pun bertanya, “Luarbiasa, tapi dari mana memperoleh kayu untuk membuat rangka bedug yang dapat berdengung begitu lama.”

“Tentunya dari pohon besar yang engkau temukan di dalam hutan.” jawab anak bungsu. Anak nomor dua pun juga bertanya, “Bila begitu, alat apakah yang digunakan untuk membuat rangka bedug itu?” “Tentunya alatnya adalah pahat besar yang kau temukan di tengah jalan.” Jawab anak bungsu.

“Lalu, di mana memperoleh kulit untuk membuat bedug tersebut!?” teriak anak nomor tiga. “Kulitnya diperoleh dari kulit kerbau raksasa yang engaku temukan.” Jawab si bungsu. “Untuk menggantung bedug itu bagaimana caranya, dari mana bahan untuk membuat pengikat dan gantungan bedug tersebut.” Tanya anak nomor empat.

“Rotan panjang yang kau temukan itulah yang menjadi pengikat dan menggantungkan bedug tersebut.” Jawab anak bungsu. ‘Wow, bedug itu sungguh luarbiasa sekali besarnya, aku jadi bertanya-tanya di simpan di mana bedug sebesar itu.?” Tanya anak nomor lima. Anak bungsu pun menajwab dengan perlahan,” Bukankah ada masjid yang sangat besar, tempat di mana kau pernah sholat di dalamnya. Di situlah bedug itu di simpan, bila kau memperhatikan dengan teliti setiap sudut masjid tersebut, maka pastilah kau akan menemukan bedug tersebut.”

Mendengar cerita anak bungsu itu, kelima kakaknya pun mengangguk-angguk terkagum kagum dibuatnya . Akhirnya, anak tertua pun berkata mewakili keempat saudaranya yang lain, “Engkaulah dik yang menjadi pemenangnya, mulai saat ini engkau berhak memiliki seluruh sawah berjumlah lima petak warisan dari ayah!” [Dongeng Klasik dari Masyarakat Suku Bugis, Sulawesi Selatan, Indonesia – Copyright @ Dongeng Klasik Sulawesi Selatan]

Tabe, salama' ki'
Keep Happy Blogging Always, Mari ki' di' :-)


2 komentar:

  1. Subhanalloh si bungsu pandai sekali berceritanya,sampai saudara-saudaranya pun kalah bercerita,tapi salut mereka masih bisa menyelesaikan masalahnya dengan baik dan bijak tanpa ada pertengkaran :)

    BalasHapus
  2. Si bungsu cerdas. Bisa merangkum dari kelima cerita sebelumya. Ide yang sangat luar biasa. Salut juga pada ke enam bersaudara bisa bermusyawarah tanpa adanya kekerasan, jalu jaman sekarang mana ada tanpa kekerasan.

    BalasHapus

Terimakasih atas kunjungan sahabat-sahibit blogger se-dunia, jangan lupa meninggalkan jejak dengan menyampaikan segala unek-unek pada kolom komentar yang tersedia.... :-)